MONUMEN BANTARANGIN ESENSI BUDAYA REOG PONOROGO

 

Jika dibandingkan wisata di daerah lain Somoroto masih memiliki wisata yang perlu diperhitungkan. Sistem pariwisata Ponorogo masih harus direvisi supaya meningkatkan jumlah wisatawan yang masuk ke daerah ini. Salah satunya tentang keberadaan Monumen Bantarangin  Kekurangan yang perlu dibenahi  ini tidak hanya terletak pada sistem pariwisata namun juga pengelola, sehingga untuk meningkatkan sistem pariwisata kita harus memperbaikinya.           

Sektor pariwisata memang memiliki nilai penting dalam membangun suatu daerah karena dari pariwisata ini diharapkan daerah dapat memperoleh pendapatan, baik investasi dalam dan luar negeri maupun dalam pengelolaannya. Pariwisata juga merupakan sumber penting bagi perekonomian bangsa. Pariwisata menjadi penting karena setidaknya terdapat tiga fungsi pariwisata dalam pembangunan daerah yaitu dari segi ekonomis (sumber devisa, pajak atau retribusi), segi sosial (penciptaan lapangan kerja), dan segi kebudayaan (memperkenalkan budaya-budaya pada anak cucu dan wisatawan asing). Maka dari itu upaya-upaya pemerintah Kabupaten Ponorogo dalam mengembangkan pariwisata sangat disorot oleh masyarakat maupun pengamat ekonomi. Guna menunjang sektor pariwisata, sejumlah perbaikan dan pembangunan infrastruktur mutlak diperlukan, namun sampai saat ini pembangunan infrastuktur pariwisata di sekitar monumen Bantarangin masih belum merata.

Pariwisata merupakan salah satu sumber yang mampu meningkatkan pendapatan daerah dengan cepat, namun kontribusi sektor pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Daerah Ponorogo dirasa belum optimal dikarenakan adanya kesenjangan dalam pembangunan sektor wisata. Dapat dirasakan bahwa upaya-upaya pemerintah daerah selama ini lebih mengutamakan berkembangnya sektor pariwisata di beberapa daerah saja.

Monumen Bantarangin adalah  monumen yang  berada di desa somoroto kecamatan Kauman Ponorogo. Suatu kebanggaan bagi masyarakat setempat  memiliki monumen yang indah karena dulu hanya berbentuk sawah yang hanya ditanami padi dan sejenisnya. Letak monumen Bantarangin ini sekitar 8 km kea rah barat dari pusat kota Ponorogo. Diapit oleh persawahan dan beberapa rumah penduduk. Monumen ini mempunyai pelataran dan panggung sebagai arena pertunjukan.  

Akses jalan menuju Monumen Bantarangin terbilang sudah sangat mudah. Jika dari pusat kota atau Alun-alun Ponorogo, kita berjalan ke arah utara menuju perempatan Tambakbayan. Kemudian belok kiri mengikuiti jalan besar, lurus sekitar 6 Km menuju pasar Somoroto. Dari sini terdapat 2 alternatif jalan, menyibak ramainya pasar Somoroto atau melewati jalan utama. Untuk akses yang lebih mudah dan nyaman, pilih akses jalan utama menuju arah Badegan atau Wonogiri. Hanya berjarak sekitar 2 Km dari pasar Somoroto kita akan menemukan gapura Bantarangin di sisi kiri jalan. Melalui gapura tersebut kita berjalan ke arah selatan melawati rumah-rumah penduduk. Sekitar 2 menit dari gapura, tibalah kita di lokasi Monumen Bantarangin.

Di sana terdapat sebuah panggung pertunjukan seperti yang berada di Alun-Alun kota, lengkap dengan pelataran yang cukup luas. Sejak monumen ini berdiri di era bupati Amin, panggung utama dan pelataran yang ini digunakan untuk memperingati Grebeg Tutup Suro sebagai rangkaian dari prosesi Grebeg Suro (peringatan tahun baru islam di Ponorogo). Saat Grebeg Tutup Suro, di sana rutin diadakan pertunjukan seni Reyog dan Kirab Budaya Festival Bantarangin. Selain penggung, di sana juga berdiri patung Prabu Klono Sewandono yang memengang pecut Samandiman.

Monumen Bantarangin berdiri sejak tahun 2010 di tanah seluas 5.600 meter persegi yang dulunya merupakan area persawahan milik Mbah Kusni, warga sekitar Bantarangin. Pendirian Monumen Bantarangin ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah Reyog Ponorogo. Monumen ini didirikan sebagai tanda bahwa kerajaan Bantarangin dengan Prabu Klono Sewandono sebagai raja memang benar adanya. Menurut penuturan warga sekitar, tanah tempat didirikannya monumen ini dulunya merupakan area Keputren atau tempat mandi para putri kerajaan Bantarangin. Bagi pengunjung, jangan khawatir haus atau kepanasan karena terik matahari di sini. Di sekitar Monumen Bantarangin terdapat beberapa warung kecil yang menyediakan aneka minuman dan makanan kecil. Keberadaan warung ini dapat digunakan untuk pengunjung duduk santai menikmati semilir angin persawahan sekitar.

Sudah sepantasnya jika seluruh masyarakat Ponorogo bersikap bangga atas segala nilai seni dan kekayaan budaya yang dimiliki. Budaya dan seni yang ada di Ponorogo merupakan warisan leluhur yang penuh dengan nilai sejarah panjang hingga mampu menciptakan sebuah identitas khas bagi masyarakat Ponorogo. Festifal Reog, Kirap Pusaka dan Larung Risalah Doa merupakan bagian dari beberapa agenda kegiatan rutin yang dilaksanakan satu tahun sekali dalam rangka memperingati ulang tahun Kabupaten Ponorogo dan juga menyambut datangnya tahun baru Hijriah yaitu 1 Muharam atau akrab dikenal dimasyarakat dengan istilah 1 Suro.

Masyarakat Ponorogo yang terdiri dari berbagai lapisan dan latarbelakang ternyata beragam dalam menyikapi agenda tahunan berupa kegiatan Grebek Suro. Sebagian masyarakat menganggap bahwa acara Grebek Suro harus terus dilestarikan dan dijaga, karena syarat dengan nilai budaya dan sakralitas keyakinan yang terdapat dalam beberapa ritual, sampai pada tingkat dikembangkan dan terus untuk dikenalkan kepada masyarakat luas bahkan dunia Internasional.

  Ritual budaya  merupakan warisan budaya yang sudah berproses secara turun-temurun yang patut untuk terus dilestarikan dan dijaga. Namun disisi lain kita harus terus memberikan pengertian dan pencerahan kepada masyarakat bahwa sesungguhnya kegiatan budaya ini sebatas pada pelestarian budaya yang sarat dengan nilai-nilai seni agung yang tercipta dari proses akulturasi budaya ratusan tahun lalu. Dengan demikian diharapkan masyarakat Ponorogo bisa memahami dan mengerti makna dan esensi dari budaya Poronogo secara komprehensif.

 

                                          DAFTAR PUSTAKA

Gatut, murniatmo. 1993. Dampak pengembangan pariwisata. Yogyakarta. Depdikbud.

Hardianto, E. N. (2018). Pengembangan Pariwisata Melalui  Strategi   Promosi Wisata Pada Dinas Pariwisata Kabupaten Ponorogo. Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodelogi  Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu-Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ISTILAH KATA "PERPISAHAN, PISAH KENANG,WISUDA, PURNAWIYATA"

ITULAH KALIAN ...TERKESAN DAN TERKENANG

Jangan Sombong !